Posted in Dream Wish Hope, Ghazi, Job, Life Partner, Me Recently, Random, Refleksi, Rumah

Back to 2018

quotes-ujian-hidupHalo rumah, udah hampir setahun saya tinggalin gitu aja. Setahun yang lalu saya punya banyak sekali persoalan hidup sampai di titik dimana saya tidak bisa menceritakan pada semua orang. Tidak pada ayah dan mamak, tidak pada teman-teman dan hanya sesekali saja pada suami. Tahun lalu, dengan begitu banyaknya persoalan di kantor, bersamaan itu pula kami juga memutuskan untuk pindah ke rumah sewa pada saat saya hamil besar anak kedua, dan bertepatan juga dengan Ramadhan. Semua menumpuk. Saya tidak bisa langsung cerita disini karena saya butuh waktu untuk diri sendiri dan menjauh dari semua orang-orang yang punya negative vibes.

Continue reading “Back to 2018”

Posted in Ghazi, Life Partner, Parenting, Random

[Latepost] Staycation at The Pade Hotel

Screenshot_2017-08-13-20-25-17“Nginep di hotel yuk!” Tiba-tiba suami bikin kaget saya pagi-pagi.

“Ha?? Tumben…emang ada duit?” Saya bertanya balik.

“Yaa…ada, masih ada sisa bonus kerjaan yang di Sabang 2 bulan lalu” Jawabnya.

“Oke deh, yuk…kapan? Saya excited.

“Sabtu ini” Ternyata suami lebih excited.

“Serius? Ya udah…cus booking!”

Continue reading “[Latepost] Staycation at The Pade Hotel”

Posted in Ghazi, Life Partner, Parenting, Perempuan, Refleksi

Me-time, Perlukah?

Beberapa hari yang lalu, saya sempet bilang di instagram seperti ini ;

Apa ada yang salah dengan me-time? Jangan pernah berpikir bahwa ketika kita butuh waktu untuk menyenangkan diri sendiri itu egois. Kalau kita takut di bilang ibu egois karena ingin jalan-jalan sendiri, kita gak akan pernah bahagia. Me-time nya gak harus jalan-jalan dan belanja, bisa juga dengan baca buku, hangout hanya dengan suami, baca quran, dandan, berdua-duaan dengan Allah, masak, nonton, olahraga, dll. Cherish your me-time in your own way…you’ll feel happy. Happy mother, happy family…

Sekarang pertanyaannya gini, kita butuh gak sih me-time? Butuh gak sih waktu untuk diri sendiri? Jawabannya yaa…butuh gak butuh. Kalau masih single, belum berkeluarga, waktu sepenuhnya untuk diri sendiri. Beda ceritanya kalau sudah menikah dan punya anak. Me-time itu jadi kebutuhan.

Saya pernah stres. Setelah punya anak, rasa lelah saya makin bertambah-tambah. Sebagai ibu baru yang belum punya pengalaman apa-apa, i felt clueless. Ditambah lagi saya juga gak punya tempat untuk bertanya. Walau saya masih tinggal bersama orangtua, kebanyakan pendapat mereka tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Saya hanya menurutinya karena merasa tidak enak dan untuk menghargai orangtua. Saya merasa tidak bahagia pada saat itu. Waktu tidur yang otomatis berkurang, membuat saya selalu tidak fresh ketika bangun pagi. Kadang saya makan ketika menidurkan anak, atau makan dengan porsi sedikit karena tidak sempat. Tulang belakang saya sering sakit. Saya selalu iri melihat orang lain yang bisa hangout dengan teman-temannya, sedang saya masih disini, bisa mandi aja sukur. Saya tidak tau entah berapa puluh malam yang saya habiskan untuk menangis sendiri atau menangis di hadapan suami. Saya selalu mengatakan saya stress. Ya, saya pernah berada di titik itu. Continue reading “Me-time, Perlukah?”

Posted in Ghazi, Life Partner, Perempuan, Refleksi, Rumah

Do!

Terasa sekali setelah menikah semua berubah. Apa yang saya lihat, saya rasakan, bagaimana saya memandang konflik, motivasi dalam segala hal juga ikut berubah. Laki-laki yang menikahi saya dibesarkan oleh keluarga sederhana, begitu juga dengan saya. Sometimes kami berbeda pendapat dalam banyak hal, tapi ternyata banyak juga kesamaannya. Saya tidak memungkiri bahwa ada beberapa hal yang ingin saya ubah dari dirinya. Bukan karena saya lebih baik dari dirinya. Bukan. Sama sekali bukan seperti itu. Saya ingin anak belajar dari orangtuanya. Jika orangtuanya beda perkataan dengan sifat yang ditampilkan, anak akan bingung harus mencontoh seperti apa. Kok Umi dan Abi nya bilang tidak boleh membuang sampah sembarangan, tapi dia melihat kami membuang botol aqua di jalan!

picsart_01-27-01-11-35
once upon a time in airport

Menjadi contoh untuk anak saja butuh konsisten apalagi untuk pasangan. Terasa sekali untuk ‘mengubah’ pasangan butuh lebih dari sekedar effort. Panas-panas tai ayam mah gak mempan. Sabar aja, diam aja gak akan mengubah keadaan. Apalagi ngomel-ngomel gak jelas. Saya ngerasain banget sih, cara yang paling baik membuat si dia menjadi lebih baik adalah dengan memberi contoh yang baik juga. Kalau anak-anak kan cepet tuh pahamnya, kita bilangin apa aja dia dengerin, dia tiru, tapi kalau orang dewasa rada ribet. Kenapa ribet? Ya karena dia udah dewasa, udah punya pemikiran tersendiri. Tapi beneran deh. Saya juga liat beberapa perubahan positif dari suami yang gak saya sadari. Frankly, saya juga gitu sih. Continue reading “Do!”

Posted in Ghazi, Job, Life Partner, Me Recently, Random

Me Recently ; Hectic

Halo blog..ini baru punya waktu untuk nulis lagi. Kerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya. Mengingat hampir akhir tahun dan tahun 2017 mendatang tepatnya di bulan Mei, dinas kami menjadi tuan rumah untuk event tahunan berskala nasional dan gak tanggung-tanggung bapak presiden kita juga di jadwalkan ke banda aceh untuk membuka acara tersebut, so..saya sebagai salah satu bagian dari dinas ini juga punya andil untuk mempublikasikan seluas-luasnya informasi agar masyarakat aceh, khususnya banda aceh untuk menyambut tamu dari berbagai provinsi di Indonesia. Saya tipe orang yang memilih bekerja kantoran karena rumah bagi saya adalah untuk keluarga. Pantang untuk mengerjakan urusan kantor dirumah. Kalaupun saya harus mengerjakannya, anak dan suami udah harus beres dulu. Minimal anak sudah tidur dulu lah baru bisa pegang laptop.

Continue reading “Me Recently ; Hectic”

Posted in Life Partner, Perempuan, Refleksi, Rumah

3 Tahun Lalu

Sembilan September tahun ini, usia pernikahan kami menjadi 3 tahun. Kata orang usia pernikahan yang ganjil-ganjil itu adalah masa-masa dimana pernikahan di uji. Menurut saya, setiap fase pernikahan pasti ada ujiannya. Mulai dari menikah itu sendiri, tahun pertama menikah yang butuh penyesuaian hingga punya anak. Jadi, salah besar ya, yang namanya pernikahan itu happy-happy terus, hehe…dan gak sedih-sedih melulu kok, malah banyakan enaknya. Alhamdulillah 🙂

Continue reading “3 Tahun Lalu”

Posted in Life Partner, Rumah

9/9/2013

us
us

Setiap orang punya kisah masing-masing bagaimana ia dipertemukan dengan satu orang dan orang lainnya. Setiap orang juga tidak akan selamanya bersama satu atau dua orang dalam kurun waktu tertentu. Hidup adalah jalan untuk bertemu dan berpisah. Abadi adalah akhirat, dunia yang masih belum membersamai untuk saat ini. Aku, kamu dan orang-orang dalam hidup kita saat ini sudah diatur pertemuannya, perpisahannya. Tak ada yang pernah menerka A akan bertemu dengan B. A bertemu C. Karena sesuatu dan lain hal dan keadaan yang tak pernah mereka duga, mereka dipertemukan dalam satu dimensi waktu. Jadilah mereka berteman. Saling mencandai dan bercerita. Karena sesuatu dan lain hal pulalah aku bertemu dengannya. Tanpa terduga. Jika saja aku tidak mengambil salah satu mata kuliah pilihan pada saat itu mungkin ceritanya akan berbeda. Katakanlah waktu berlanjut hingga sampai masa dewasa untuk menentukan pilihan hidup. Sebuah keputusan yang tidak main-main. Keputusan yang membersamai keputusan yang lain. Keputusan atas istikharah panjang juga pembicaraan dari hati ke hati antar keluarga. Hingga pada hari yang telah ditetapkan tiba untuk mengumpulkan dua anak manusia  dalam kehidupan dunia akhirat. Seluruh keluarga besar sepakat menandai bulatan merah pada agenda, bahwa 9 September 2013 kami akan menikah. Hanya aku yang tau kenapa aku memilihnya. Hanya ia yang tau kenapa ia memilihku. Inilah sebenarnya usaha, doa dan tawakkal kami pada Dia Rabb Yang Maha Tinggi. Sang Maha Pengabul doa. Ia lah rumahku sesungguhnya. Tempat aku pulang. Tempat aku berteduh selamanya.

Posted in Life Partner, Random, Refleksi

Setengah Sisi

Untuk menjadi lebih baik itu butuh usaha yang tidak sekedar asal-asalan. Menjadi lebih baik bagi setiap orang punya definisi yang berbeda. Namun pada dasarnya ketika menjadi lebih baik pasti banyak target-target yang ingin dicapai. Menjadi lebih baik bisa berarti mencapai sesuatu yang diinginkan. Menjadi lebih baik bisa berarti ingin mengubah sesuatu yang ‘salah’ menjadi ‘benar’. Kata baik itu sendiri erat kaitannya dengan manusia. Manusia akan selalu condong dengan kebaikan karena manusia ingin sesuatu yang terbaik dalam hidupnya, sekarang maupun nanti. Aku pun begitu. Ingin mendapatkan yang paling baik dari yang baik. Untuk itu, ada target-target yang ingin kucapai sebelum nantinya menerima hadiah Tuhan untuk mendapatkan si ‘baik’ itu.

Orang-orang awam yang sulit memahami orang-orang disekitarnya mungkin akan men-justifikasi kadar kecocokan seseorang yang baik dengan orang yang tidak baik. Padahal setiap orang tidak akan pernah menjadi sempurna. Saat ini, aku dan seseorang yang ditakdirkan Tuhan, sedang menempuh jalan-jalan kebaikan untuk lebih meningkatkan intensitas berduaan dengan Tuhan. Memujanya siang dan malam. Melangitkan doa-doa yang sama. Memperbaiki hubungan dengan sesama manusia lainnya. Sangat disayangkan jika mereka melihat seseorang setngah sisi masa lalunya dan mengacuhkan kebaikan-kebaikan yang diusahakannya sekarang. Padahal setiap orang, tua maupun muda juga tetap bisa berbuat salah. Semoga kita menjadi orang-orang yang lebih bijak dalam mencerna setiap kesalahan.