Posted in Life Partner, Perempuan, Refleksi, Rumah

3 Tahun Lalu

Sembilan September tahun ini, usia pernikahan kami menjadi 3 tahun. Kata orang usia pernikahan yang ganjil-ganjil itu adalah masa-masa dimana pernikahan di uji. Menurut saya, setiap fase pernikahan pasti ada ujiannya. Mulai dari menikah itu sendiri, tahun pertama menikah yang butuh penyesuaian hingga punya anak. Jadi, salah besar ya, yang namanya pernikahan itu happy-happy terus, hehe…dan gak sedih-sedih melulu kok, malah banyakan enaknya. Alhamdulillah 🙂

menyatukan 2 keluarga dari latar belakang yang berbeda. Baik secara agama, pendidikan, finansial, pergaulan, visi-misi, keturunan, kondisi, dll. Sama seperti saya dan suami, kami 2 orang berbeda yang disatukan dalam pernikahan. Tentu saja kami mengalami up and down dalam pernikahan. Dan, sebenarnya hal tersebut yang membuat kami belajar karakter masing-masing. Bagaimana membuat ia senang, apa yang membuatnya bahagia, apa yang membuat saya ngambek, larangan apa saja yang harus saya jauhi, bagaimana cara ia quality time dengan dirinya sendiri dan saya, rasa kecewanya, ekspresi kemarahannya, cara merayunya, makanan kesukaan, cara ia merawat anak, apa yang ia bisa dan belum bisa, dll. Tiga tahun yang sampai saat ini saya dan suami masih belajar dan akan terus belajar. Tiga tahun rasa nano-nano. Tiga tahun pasang-surut. Tiga tahun yang luar biasa bersama dengan orang yang saya cintai.

Seperti kebanyakan pasangan menikah lainnya, kami juga punya keinginan, harapan berdua, cita-cita yang belum terealisasi, kebutuhan hidup dan segala perencanaan kedepan yang sudah kami catat baik-baik. Ada doa-doa yang kami pinta sudah dikabulkan Allah, ada juga doa-doa yang masih tertahan di langit. Dan tentunya, ada pembelajaran di setiap hari.

Screenshot_2016-08-21-13-45-54

Iya, seperti yang saya katakan di awal, pernikahan saya dan suami butuh adaptasi juga penyesuaian. Pada awal menikah kami menjalani fase bulan madu, dimana dunia hanya milik berdua, jalan-jalan, makan-makan, dan…maunya di kamar terus, hehe.. Memasuki bulan ke-4 kami mulai terbuka tentang finansial, tentang hak dan kewajiban yang harus kami jalankan hingga punya anak, mulai muncul beda pendapat, apakah itu cara pengasuhan anak, pola jam tidur yang berubah, kurang istirahat, malam sebelum tidur yang biasanya kami bisa ngobrol ngalur-ngidul, sekarang harus menidurkan anak dulu baru bisa mendapatkan mommy-daddy time berdua saja.

Screenshot_2016-08-21-13-46-31Suami saya tidak romantis, tapi bukan berarti ia tidak perhatian. Ia romantis dengan caranya sendiri dan saya maklum hal itu. Dulu, awal-awal saya melahirkan, setelah anak tidur, kami selalu makan tengah malam, hahaha…pillow talk yang biasanya kami lakukan sebelum tidur digantikan dengan makan tengah malam.

 

Suami saya tau, mengurus bayi seharian cukup melelahkan dan penat, dan ia menggantikannya dengan hal yang lain, hal romantis menurut versinya.

Screenshot_2016-08-21-13-46-46Ada saat-saat dimana saya lelah mengurus keluarga seharian, lelah mengurus rumah tapi eh, kok suami pulang kerja malah enak-enakan santai, tidur bahkan malah minta dibuatkan ini-itu. Diam-diam hati saya berbisik, Apa dia gak tau ya saya sudah lelah? Capek! Bukannya bantuin, ini malah enak-enakan tidur. Kerjaan masih numpuk, anak nangis, kita yang dari pagi belum mandi, bisa sempet makan aja sukur!

Tahukah? Syaitan sedang berbisik untuk meluapkan kemarahan. Syaitan sedang berbisik untuk menggugurkan setiap pundi-pundi keikhlasan.

Screenshot_2016-08-24-10-42-47Saya sering sekali mengalami hal ini, sampai saat ini juga masih seperti itu. Bedanya adalah, sedikit demi sedikit saya mampu mengelola emosi ini. Kadang memang jiwa raga perlu istirahat sebentar. Keluar dari rutinitas harian dengan me-time.

Buat saya me-time sangat penting sekali. Saya juga lebih tau kapan saat yang tepat untuk punya waktu dengan diri sendiri saja dan apa yang akan saya lakukan untuk diri sendiri agar semua penat setelah seharian dengan hiruk-pikuk rutinitas. Setiap orang berbeda-beda dalam mengelola emosinya. Begitu juga dengan saya dan suami.

Screenshot_2016-08-24-10-44-37Siapa sih yang tidak senang diperhatikan? Siapa sih yang tidak ingin dihargai? Lalu, bagaimana jika seiring lamanya pernikahan, perhatian juga penghargaan itu mulai berkurang? Sabar. Saya tau terdengar klise tapi saya yakin Allah menggantikan setiap kesabaran dengan pahala yang berlipat-lipat.

Oh ya, Saya juga belajar satu hal, penting untuk tau kekurangan dan kelebihan masing-masing karena hal ini akan berdampak pada komunikasi suami istri. Well, doa apa yang paling dipinta dalam sebuah pernikahan selain sakinah, mawaddah dan rahmah. Kalo  ada yang tanya What is your marriage goals? Goal nya adalah proses itu sendiri, terus-menerus hingga menutup mata. Terakhir, Happy 3rd Anniversary to us, I love you…and I always do 🙂

2 thoughts on “3 Tahun Lalu

  1. Ahh, ngiri. Nyebelin. Hahahaha. Apa sih.
    By the way kak, abis shalat Isya’ tidur terus kak, jangan pillow talk, *sok bangeeet
    Selamat anniversary yang ke-3 ya kak ayi dan suami, semoga semakin diberkahi sama Allah rumah tangganya, semoga sehidup sesyurga. Aamiin :3

Leave a reply to Bachnar Jr. Cancel reply